PENYAKIT AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome )
Acquired Immunodeficiency Syndrome
atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS)
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:
sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan
melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan
vagina, cairan
preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi
darah, jarum
suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika
Sub-Sahara.1. Gejala dan komplikasi
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi
pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan
kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDSHIV memengaruhi hampir semua organ
tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker
seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker
sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi
sistemik; seperti demam, berkeringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah,
serta penurunan berat badan.
Infeksi oportunistik tertentu
yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya
infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
ü Penyakit paru-paru utama
Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang
dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan
tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
ü Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis
adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus),
yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV,
penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka.
ü Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan
beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric
sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang
telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Kanker dan
tumor ganas (malignan)
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tiberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
ü Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita
infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam
ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi Mycobacterium avium-intracellulare
dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan
gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan
gangguan radang pada retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang
dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis,
kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis
dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah
endemik Asia Tenggara.
2. Penyebab
AIDS merupakan bentuk terparah
atas akibat infeksi
HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manus, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel
dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh
dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga
jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter
(µL) darah, maka kekebalan di
tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS.
Infeksi akut HIV akan berlanjut
menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan
akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+
di dalam darah serta adanya infeksi tertent
ü Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara
seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan
preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya.
Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan
seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar
daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak
berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
ü Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama
berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan
menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung
darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak
hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi
baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika
Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu
tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1
banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan
obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko ituPekerja fasilitas kesehatan
(perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan
walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang
memberi dan menerima rajah dan tindik
tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak
dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya
dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi
HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas
kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
ü Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak
dapat terjadi melalui rahim (in utero)
selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama
kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki
akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah
caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.Sejumlah faktor dapat
memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan
(semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui
meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
3. Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya
virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang
terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi
selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal).
Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan
urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
ü Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal
dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di
duniaSelama hubungan seksual, hanya kondom pria atau
kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit
seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan
bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai
kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika
kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki
berbahan lateks, jika
digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar
minyak,
adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi
transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak
produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi
tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat
melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan
dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.
ü Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti
kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik
dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
ü Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat
antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang
penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT) Jika
pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah,
terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak
menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan
pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000
anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke
anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari semua anak yang
diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub
Sahara.